illustrasi teriakkan
Berteriak adalah
berseru atau berkata dengan keras dan lantang, sehingga dapat didengar oleh
orang dari jarak yang cukup jauh. Sebagian orang terbiasa berkata dengan
teriakan, entah untuk menegaskan sesuatu, memanggil dari jarak jauh, merasakan
sakit, mengumpat terhadap orang lain atau mengugkapkan kekesalan semata.
Berteriak sangat berpengarah terhadap psikis setiap orang, baik yang meneriakkan sesuatu atau yang di teriaki sesuatu. Dan saat ini, teriakkan dan umpatan selalu di anggap sebagai sesuatu hal
yang negatif berdasarkan sudut pandang masyarakat.
Asal tahu saja,
menurut beberapa penelitian yang pernah dilakukan, berteriak adalah salah satu
sarana mengurangi rasa sakit dan stres. Kita akan spontan meneriakkan sesuatu
untuk merespon terjadinya luka fisik atau rasa sakit yang diterima tubuh. Otak
akan menerjemahkan rasa sakit itu dalam bentuk suara keras yang kita keluarkan.
Berteriak saat merasakan sakit adalah pengalihan terhadap rasa sakit itu sendiri. Dan, bagaimana respon otak kita, untuk rasa sakit yang
ditimbulkan tidak dari luka fisik. Sakit hati, Pusing banyak pikiran misalnya,
hal tersebut memengaruhi mental seseorang. Apa jadinya jika rasa sakit tersebut
kita pendam, atau sengaja disembunyikan. Otak dan pikiran kita akan berontak dan
menimbulkan stres yang berkepanjangan. Salah satu cara yang cukup efektif
adalah dengan mengeluarkan semua rasa sakit tersebut lewat teriakkan atau
umpatan secara sengaja.
Seseorang pernah
berkata, bahwa tubuh kita memunyai dua organ untuk mengeluarkan kotoran. Satu
dibagian bawah, dubur sebagai tempat mengeluarkan kotoran dalam arti sebenarnya.
Satu lagi dibagian atas, mulut sebagai sarana mengeluarkan kotoran yang
mengendap dalam hati dan perasaan kita lewat umpatan dan teriakan kata-kata
kotor. Kata-kata kotor tersebut dapat berupa: as*, baj*ngan, jemb*t, l*nte,
k*ntol, dan lain sebagainya (contoh umpatan dalam Bahasa Jawa).
Dimanakah sarana
yang tepat untuk mengupat dan berteriak mengeluarkan kata-kata kotor tersebut?
Di kamar? layaknya diungkapan Simple Plan dalam lirik lagunya yang berjudul
Welcome To My Life, “Do you lock yourself in your room? With the radio on
turned up so loud. That no one hears you screaming”. Di pantai? Mengumpat
seperti orang gila yang dapat menimbuklan kegaduhan? Di tempat sepi seperti
makam, kebun, hutan atau gunung? Silakan di coba saja. Atau ikut demonstrasi
berbabak? Ayolah, yang benar saja.
Mungkin hanya ada
dua tempat atau sarana yang tepat untuk berteriak bebas. Satu, di tempat
hiburan atau gigs, hanya saja masih terbatas pada situasi dan kondisi tertentu. Yang
mana perbedaan pada tempat-tempat hiburan dan atau momen-momen yang tidak cukup tepat untuk meneriakkan sesuatu. Kedua adalah
Stadion, Dimana semua bentuk teriakkan akan berkumpul menjadi satu. Teriakkan
kemenagan, teriakkan kekecewaan, teriakkan dan chant dukungan, serta teriakkan
para permain untuk berkoordinasi.
Di dalam stadion,
tidak ada orang yang akan menegur ketika kita meneriakkan umpatan-umpatan
kekecewaan saat klub bermain jelek. Teriakkan berupa umpatan kotor saat klub
kebanggaan kebobolan. Bahkan umpatan ketika klub akhirnya mampu menyetak angka,
atau umpatan kemenangan dan kegembiraan akan lumrah terdengar. Meminjam lirik
lagu dari Trite - Corazon Oi “Aku dan kawan-kawanku. Bernyanyi dengan lantang. Tak
peduli menang kalah, ataupun hanya berbagi angka”. Teriakkan lantang akan
selalu menggema dalam kondisi apapun di dalam stadion. Semua orang bebas
berteriak dengan umpatannya masing-masing, tanpa ada unsur sara tentunya. Semua
orang ingin melepaskan stres dengan sengaja berteriak sekencang-kencangnya.
Sebagian kecil
orang memilih datang ke stadion bukan karena menggemari sepak bola, bukan
karena jatuh cinta terhadap sebuah klub. Bukan juga hanya karena mengikuti gaya
hidup. Tetapi untuk mencari hiburan dan melepaskan stres dengan merasakan
atmosfer dan euforia sebuah pertandingan sepak bola. Jika hanya suka dengan
permainan sepak bola saja. Bukankah lebih baik menonton sepak bola dari layar
kaca, dengan suguhan liga-liga eropa yang jauh lebih baik dan menghibur secara
permainan. Atmosfer dan suasana luar biasa itulah yang sebanarnya membawa
dampak positif terhadap psikis seseorang. Bertemu dengan banyak orang, tertawa
dan bahagia bersama saat klub kebanggaan memenangi pertandingan. Menangis dan
bersedih bersama saat klub kebanggaan berada dalam kondisi yang buruk. Teriakkan
kencang bersama-sama itulah yang selalu dirindukan. Berteriak bersama meluapkan
emosi dan amarah dari kekecewaan terhadap pekerjaan, sekolah, keluarga,
sahabat, atau pasangan.
Meneriakkan lagu
dan chant untuk mendukung sebuah klub adalah hal yang umum terjadi di dalam
stadion. Meminjam lagi lirik lagu dari Hey Pujangga – Sebatas Pagar Tribun,
“Teriakkan lantang lagu-lagu kita”. Teriakkan chant dan lagu dukungan untuk klub
kebanggan itu tidak henti-hentinya dikumandangkan dalam sebuah pertandingan
selama 90 menit lebih.
Tetapi, dalam
bebrapa hari terakhir terjadi gejolak dalam persepakbolaan lokal ini. Keputusan
manajemen klub yang dirasa janggal dan menuai banyak protes dari penggemar. Menimbulkan
sikap tegas dari salah satu kelompok pendukung klub yang mana memilih untuk
mundur dari tribun. Sikap tersebut cukup menggemparkan situsasi. Karena bersamaan
dengan itu, teriakkan dan chant lantang akan seketika juga menghilang dari tribun
stadion. Akan menjadi awal musim yang berat tentu saja, bukan hanya untuk klub,
tapi juga untuk para penggemar. Hal yang cukup berat untuk menahan teriakkan dan gairah yang
siap dilepaskan pada hari-H pertandingan.
Bagaimana jika
teriakkan itu benar-benar hilang dari tribun? Bagaimana cara kita agar bisa
berteriak kencang bersama-sama lagi? Tentu banyak muncul kekecewaan terhadap
kondisi yang terjadi. Teriakkan itu tidak akan benar-benar hilang. Teriakkan itu
masih ada, dan hanya tertunda. Teriakkan yang kita nanti-nantikan akan tiba
suatu saat ketika klub dan manajemen dalam kondisi yang lebih baik.
Dikarenakan
keberadaan klub saat ini dirasa sedang dalam kondisi yang tidak baik-baik saja.
Dibutuhkan pengobatan yang tepat agar segera membaik. Sikap (mundur dari
tribun) tersebut dikatakan adalah obat yang tepat untuk lebik baik kedepannya.
Tentu saja tidak ada obat yang nikmat. Merelakan “quality time” dengan sang kebanggaan
seakan dianggap sebagai penghianatan.
Semua
membutuhkan proses untuk menjadi lebih baik lagi. Semoga saja, klub, manajemen
serta pendukung bisa saling bersinergi untuk kebaikan bersama. Serta cita-cita untuk meraih
prestasi yang jauh lebih baik lagi tentunya. Akan tiba dimana teriakkan
lantang itu kembali berkumandang. Teriakkan yang kita rindukan tidak akan
pernah hilang dan akan selalu ada. Teriakkan yang tertunda ini akan kita
nantikan bersama. Ketika saat itu tiba, mari ajak keluarga, saudara, teman, pasangan, atau anak-anak kita untuk berbondong-bondong menuju stadion. Dan semoga kita diberi kesehatan serta panjang umur untuk
bisa berteriak bersama lagi. Dengan meminjam sepenggal lirik dari Riverside
Squad – Saudara Tribun, ingin sekali untuk meneriakan: “Panjang Umur Kau Sodaraku”
Salam. Terima kasih.
Komentar
Posting Komentar