JALAN TUHAN

 

                Jalan Tuhan, judul atau frasa yang barangkali akan terlihat seperti sebuah sakramen atau risalah sakral tentang ketuhanan, yang dinaut dari kitab suci suatu kepercayaan tertentu. Bisa jadi benar atau bisa jadi tidak, tergantung dari cara masing-masing individu dalam menyikapi tulisan tentang jalan tuhan ini. Karena jalan tuhan satu ini akan dilihat dari sudut pandang yang unik berdasarkan presepsi pribadi. Barangkali, jalan tuhan menjadi sebuah upaya penggiringan akan satu-satunya jalan yang dianggap tepat. Barangkali juga, jalan tuhan malah nampak seperti jalan yang justru akan semakin memperlebar jarak antar individu, dengan berbagai perbedaan-perbedaan yang terus dikembangkan. Meskipun faktanya, tanpa perbedaan jalan-pun semuanya memang sudah selalu berbeda, karena memang begitulah adanya. Jalan tuhan adalah sebuah jalan yang akan selalu dimaknai berbeda dan menimbulkan pertanyaan-pertanyaan tiada henti. Sebuah jalan yang barangkali juga, menjadi tujuan dan pedoman bagi sebagian individu.
                Jalan tuhan bisa memunyai banyak arti, sekilas bisa saja diartikan sebagai jalan yang diberkati tuhan atau jalan pencarian tuhan. Bila diartikan secara bahasa, jalan adalah sebuah alat atau sarana akses perpindahan barang dan lalu lintas dari satu tempat ke tempat tujuan yang lain. Sedangkan tuhan adalah sesuatu yang diyakini dan dipuja sebagai yang maha kuasa. Tersirat bahwa jalan tuhan berarti suatu alat, atau sarana berpindah dari sebuah tempat atau kondisi, menuju atau mencari tempat dimana sesuatu yang dipuja sebagai yang maha kuasa itu memberkati? Boleh saja, namun sekali lagi bahwa jalan tuhan ini akan dilihat dari sudut pandang yang unik dan barangkali tidak perlu untuk diartikan.
                Terdapat banyak sekali konsep tentang tuhan dan pertentangannya masing-masing, yang mana hal tersebut menjadikan pemaknaan terhadap tuhan juga berbeda-beda. Sulit mencari kesepahaman antara satu konsep dengan konsep yang lain. Karena konsep tentang ketuhanan-pun juga selalu berkembang dari generasi ke generasi. Konsep ketuhanan bukan hal yang baru, melainkan sudah berlangsung semenjak revolusi kognitif manusia, dengan kemampuannya untuk berkomunikasi dan bercerita. Oleh karena itu, cerita dan konsep tersebut terus berkembang di tempat baru yang berbeda, dan dengan generasi baru yang berbeda pula.
                Membicarakan tuhan tentu akan berbicara tentang hal-hal yang irasional dan di luar nalar. Membayangkan dengan logika tentang keberadaannya saja sukar, apalagi harus memahami kemauannya. Hal-hal tersebut tentu diluar kemampuan manusia, jika benar adanya. Barangkali, bayang-bayang akan keberadaan tuhan memberikan manusia harapan, harapan tentang keadilan dari yang maha adil, harapan tentang kasih sayang dari yang maha pengasih dan penyayang. Manusia sudah jenuh dengan keadilan, kesetaraan, dan kasih sayang yang sekedar imajinatif dan kehaluan belaka. Bisa jadi, realitas ketuhanan dibentuk berdasarkan kebutuhan, situasi serta kondisi yang sedang dialami manusia itu sendiri.
                Ketika konsep ketuhanan dibentuk dalam sebuah situasi dan kondisi, atau peristiwa tertentu dan dalam waktu tertentu juga, hal itu memungkinan terjadinya pergantian dan perubahan tentang konsep tuhan. Agaknya manusia mendambakan konsep tuhan yang lebih luwes, yang mau untuk diajak berkompromi. Konsep tuhan yang dirasa kolot, barangkali akan tergantikan dengan konsep tuhan yang baru dan menyegarkan. Kadaluarsanya sebuah konsep tentang tuhan juga bukan hal yang baru. Sudah menjadi hal yang lumrah bahwa keberadaan dari beberapa konsep tuhan yang pernah ada, saat ini hanya menjadi dongeng dan cerita pengantar tidur. Barangkali hal itulah yang mengilhami Black Sabbath dalam menciptakan lagunya yang berjudul God Is Dead? “Do you believe a word, what the good book said? Or it is just a holy fairytale and God is dead?”. Jika boleh berandai-andai, seratus atau seribu tahun kedepan, dari sekian banyak konsep tuhan yang masih ada sampai saat ini, manakah yang akan mampu untuk tetap bertahan? Sukar bukan main untuk memastikan dan menduganya. Tapi, tidak perlu untuk dipikirkan, karena tidak semua hal musti dipahami dan dipikirkan. “Lebih baik tidur saja, tidak beresiko.”, kata orang-orang.
                Dalam banyak konsep, tuhan digambarkan sebagai sesuatu yang memerintah, sesuatu yang ditakuti dan berkuasa akan sesuatu layaknya seorang tuan. Sebagaimana kata “tuhan” itu sendiri, yang merupakan sebuah pengembangan dari kata “tuan”. Layaknya seorang rakyat yang tunduk terhadap perintah pemimpinnya, demi mendapatkan sesuatu. Sama juga halnya dengan kebanyakan makhluk hidup, yang bergantung pada sesuatu untuk keberlangsungan hidupnya. Karena pada dasarnya, semua makhluk hidup memunyai dorongan untuk menuankan sesuatu. Bisa jadi tumbuhan menuankan air dan cahaya untuk bisa makan dan tumbuh. Atau bunga menuankan serangga untuk keberlangsungan spesiesnya. Kucing dan anjing menuankan manusia untuk mendapatkan makanan. Namun sedikit berbeda dengan kerabatnya, serigala tidak bertuan!
                Bodo amat dengan presepsi orang-orang yang mengharusakan bagaimana cara bertuhan, dan keharusan seperti apa itu tuhan. Tuhan adalah sesuatu yang sengaja diyakini berdasarkan dari pengalaman yang dialami dengan persepsi pribadi, juga dengan cara pribadi masing-masing. Tidak perlu diperdebatkan, melainkan cukup dijadikan sebagai bahan diskusi dan pertimbangan bersama. Persetan dengan bualan omong kosong dari orang-orang yang mengatasnamakan tuhan sebagai alasan terhadap berbagai tindakan demi membenarkan dan menyebarkan kebencian. Masa bodoh dengan orang-orang yang menganggap orang lain tidak memiliki tujuan jika tidak berada di jalan tuhan. Manusia memang terlahir tanpa tujuan, namun pada hakikatnya tujuan manusia dibentuk oleh waktu, dengan pengalaman dan pemikiran, yang membuahkan arah kemana jalan yang sebaiknya dipilih untuk melangkah.
                Pemilihan jalan dalam menentukan langkah merupakan salah satu faktor dari pentingnya keberadaan jalan itu sendiri. Secara umum-pun, pengaruh dari keberadaan jalan sangat penting bagi perkembangan dan peradaban manusia. “Jalan adalah indikator kemajuan sebuah negara.”, begitulah pernyataan seorang dosen teknik sipil dari sebuah kampus beberapa tahun silam. “Pembangunan jalan berbanding lurus dengan pembangunan ekonomi sebuah negara.”, beliau melanjutkan. Jalan adalah ruang interaksi perpindahan manusia semenjak ribuan tahun lalu. Dilihat dari sejarahnya yang memang tidak diketahui dengan jelas, jalan tercipta dengan tidak sengaja melalui perpindahan manusia dari satu tempat ke tempat yang lain. Meski awalnya hanya berupa jalan setapak, perkembangan teknologi dan penemuan roda memaksa manusia untuk mengembangkan jalan dengan perkerasan, sekitar 5000 tahun silam di Mesopotamia. Dan terus berkembang menjadi jalan raya yang setiap hari manusia lewati sekarang ini. Jalan menjadi salah satu bentuk dari pembangunan strategis dan juga menjadi penopang ekonomi sebuah wilayah. Bisa jadi, keberadaan jalan berbanding lurus dengan keberadaan tuhan, manusia membutuhkan jalan, dan barangkali manusia juga membutuhkan tuhan?
                Sebuah perjalanan disuatu jalan mengikat individu untuk sampai pada tujuannya, terlebih jika yang dimaksud adalah jalan ketuhanan. Jalan tuhan mengikat individu untuk mencari berkat dan rahmat dari tuhan disepanjang hidupnya, dengan cara berbakti menaati aturan-aturan yang diberlakukan. Dalam sebuah pencarian rahmat atau perjalanan ketuhanan bisa saja dilakukan dengan berbagai metode dan cara, tergantung dari masing-masing individu tentunya. Melakukan perjalanan degan melesat cepat, tidak jadi masalah, layaknya diungkapkan oleh Jangar – Konstan, “Tanam gas dalam, melesat cepat, dan harus pergi.” Perjalanan dengan langkah kecil, pelan tapi pasti, juga bukan hal yang salah. Tidak perlu melangkah atau mencari, dan cukup bertahan dengan kesetiaan di samping orang-orang yang memberikan kebahagiaan tentu juga tidak bisa salah. Mengutip lagu dari Neckmick yang berjudul Langkah Kecil, “Langkah kecil ku berjalan, deru nafas ini kurasakan, jika harus ku bertahan, segalanya akan ku korbankan.” Sekiranya, tuhan memaklumi pertimbangan-pertimbangan yang ada.
                Dan ketika sebuah perjalanan harus dihadapkan kepada jalan buntu, berbalik arah ataupun berbelok juga tidak jadi masalah. Karena memang tidak semua hal bisa diterabas. Bukan soal siapa yang lebih cepat, karena perjalanan ini bukan sebuah perlombaan yang mengharuskan kemenangan. Seperti diungkapkan Untitled Joy – Barat, “Aku berputar arah, aku berputar arah, dan ku berputar arah, tak berarti kalah.” Bukan juga soal siapa yang lebih lurus, karena sebuah jalan akan selalu memunyai kelokan dan pencabangan. Tidak juga mengharuskan akan ketepatan waktu, karena tiap individu memulai perjalanan dengan waktu dan cara yang berbeda-beda.
                Sebuah perjalanan juga tidak melulu soal kesenangan, banyak juga kesedihan-kesedihan yang mengharuskannya untuk tetap tabah dalam menjalani. Mengutip Berita Kepada Kawan dari Ebit G. Ade, “Perjalanan ini terasa sangat menyedihkan, sayang engkau tak duduk disampingku kawan.” Dan terkadang bukan akhir, tapi proses perjalanan itulah yang memunyai kenangan tersendiri. Menilik sebuah lagu Sepanjang Jalan Kenangan yang dibawakan oleh Tetty Kadi, dan diaransemen ulang oleh The Rain, “Sepanjang jalan kenangan, kita selalu bergandeng tangan, sepanjang jalan kenangan, kau peluk diriku mesra.” Ah, sial. Meskipun tidak pernah sampai pada tujuan, dan bisa jadi terhenti di tengah jalan, setidaknya perjalanan itu memunyai kenangan yang dapat diingat walau hanya sesaat.
                Manusia dibebaskan untuk melangkah memilih jalannya masing-masing. Memilih jalan yang mudah atau susah tidak perlu untuk dipertentangkan. Memilih jalan yang cepat atau lambat bukan juga untuk diperdebatkan. Memilih jalan ketuhanan yang satu atau yang lain atau bahkan tidak memilih jalan sama sekali, juga tidak perlu untuk dibenturkan. Dan jika memang tidak menemukan jalan sama sekali, setidaknya masih ada Jalan Malioboro, yang katanya romantis, dan bisa jadi lebih menyenangkan?
                Pengertian akan jalan tuhan tentu tidak bisa diseragamkan. Jalan tuhan adalah jalan masing-masing individu dan pastinya akan selalu memunyai pemaknaan yang berbeda-beda pula. Namun, satu hal yang perlu diingat, bahwa tidak semua hal harus bermakna dan memunyai arti. Bukan bermaksud untuk membenarkan ketidakpedulian akan suatu peristiwa, namun penerimaan terhadap fakta yang sebenarnya kebanyakan orang juga tahu, bahwa sesuatu terjadi sedemikian rupa karena memang terjadi seperti itu, dan terkadang tidak berarti apa-apa. Barangkali, jalan tuhan-pun juga tidak berarti apa-apa.
                Ada sebuah jalan, jalan yang sebenarnya tidak perlu pemaknaan dan diartikan, namun unik untuk dilihat sebagai perspektif lain. Jalan yang membentang sepanjang lebih dari 15 km dari arah timur ke arah barat. Yang mana di ujung timur merupakan area perkotaan sebagai pusat perekonomian, tempat pencarian nafkah, pendidikan dan juga hiburan tentu saja. Tidak salah jika mayoritas pengguna jalan ini adalah orang-orang yang menjadikan arah timur sebagai tujuan utama dikala pagi menyongsong. Sebuah perjalanan menantang terik yang tiada hentinya menerpa wajah. Menatap matahari di depan dengan silaunya memaksa untuk sedikit tertunduk sembari berdoa, “Semoga hari ini baik-baik saja dan dilancarkan segala urusannya”. Begitu pula ketika sore tiba, dihadapkan kembali kepada matahari senja di ujung barat, dengan seraya memamerkan keindahannya yang menyilaukan. Decak kagum mengisyaratkan untuk kembali berdoa, “Semoga apa yang diperoleh hari ini, memuaskan untuk diri sendiri maupun untuk orang-orang yang disebut “rumah””. Sebuah perjalanan yang selalu dipenuhi dengan kulit menghitam terbakar dan doa teruntuk sang matahari, sebagaimana banyak dari peradaban dunia lama menyebutnya “Tuhan”. Sebagai sumber kehidupan, sumber energi, pencerah dan cahaya penerang jalan, di sebuah jalan sempit lagi padat, yang terletak di sebelah barat sebuah kota yang berlokasi di sisi selatan Gunung Merapi. Berada di tengah-tengah sebuah pulau dengan jumlah populasi tertinggi di dunia. Jalan itu dikenal dengan nama Jl. Godean alias Jago, dan sebagian kecil menyebutnya God St. alias JALAN TUHAN.
Teruntuk para pencari jalan.
Semoga selamat sampai tujuan.
Salam.

Komentar